Makalah Qira'at
MAKALAH
ILMU QIRA’AT
Di
susun untuk memenuhi tugas akhir semester
mata
kuliah Ulumul Qur’an Dosen pengampu Drs. H. Moch. Ali Chasan, M.Si
Di susun Oleh :
Ahmad Tohir
NIM 106020267
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM PROGDI MU’AMALAT
2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT . karena atas rahmat-Nya Kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
mata kuliah ULUMUL QUR’AN yang berjudul “ ILMU QIRA’AT “ .
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak , untuk itu melalui kata
pengantar ini penulis mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini . Dan tidak pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah ULUMUL QUR’AN.
Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan
yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima dan menjadi amal sholeh dan
diterima Allah sebagai sebuah kebaikan . Semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya .
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti
kita ketahui, Alquran merupakan salah satu sumber hukum Islam yang
keorisinalitasnya dapat dipertanggung jawabkan, karena ia merupakan wahyu Allah
baik dari segi lafadz maupun makna. Selain itu seluruh ayat dalam Alquran
dinukilkan atau diriwayatkan secara mutawatir baik hafalan maupun
tulisan.Alquran tidak terlepas dari aspek qira’at, karena pengertian Alquran
itu sendiri secara lughat (bahasa) berarti ‘bacaan’
atau ‘yang dibaca’. Qira’at Alquran disampaikan dan diajarkan oleh Rasulullah
SAW kepada para sahabat. Kemudian sahabat meneruskan kepada para tabi’in.
Demikian seterusnya dari generasi ke generasi.
Namun, dalam perjalanan sejarahnya, qira’at
pernah diragukan keberadaannya dan diduga tidak bersumber dari Nabi SAW.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka para ulama ahli qira’at terdorong untuk
meneliti dan menyeleksi berbagai versi qira’at yang berkembang pada masa itu.
Berbagai versi qira’at Alquran tersebut ada yang berkaitan dengan lafadz dan
dialek kebahasaan. Perbedaan yang berkaitan dengan lafadz bisa menimbulkan
perbedaan makna sedangkan dialek tidak. Ada juga versi qira’at yang berkaitan
dengan ayat-ayat hukum yang berbeda dengan versi qira’at sebagaimana terbaca
dalam mushaf yang dimiliki kaum muslimin sekarang. Perbedaan ini dapat
menimbulkan istinbath hukum yang berbeda pula.
Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan
pengetahuan mengenai ilmu qira’at agar kita dapat mengetahui pengertian dan
latar belakang perbedaan qira’at serta pengaruhnya terhadap istinbath hukum
dalam Alquran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Qira’at
2.
Latar Belakang Perbedaan Qira’at
3.
Macam macam Qira’at
4.
Urgensi Mempelajari Ilmu Qira’at
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qira’at
Berdasarkan etimologi
(bahasa), qiraah merupakan kata jadian (mashdar) dari kata
kerja qiraah (membaca), jamaknya yaitu qiraat. Bila dirujuk
berdasarkan pengertian terminology (istilah), ada beberapa definisi yang
dkemukakan para ulama :
1.
Menurut az-Zarqani.
Az-Zarqani
mendefinsikan qiraah dalam terjemahan bukunya yaitu : mazhab yang dianut
oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan
al-Qur’an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan
itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya
2.
Menurut Ibn al Jazari :
Ilmu yang
menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya
dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3.
Menurut al-Qasthalani :
Suatu ilmu yang
mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut
persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang
kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
4.
Menurut az-Zarkasyi :
Qiraat adalah
perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut
huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif
(meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.
5.
Menurut Ibnu al-Jazari
Qira’at adalah
pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan
perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya
Perbedaan cara
pendefenisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama, yaitu
bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Qur’an walaupun sama-sama berasal dari
satu sumber, yaitu Muhammad. Dengan demikian, dari penjelasan-penjelasan di
atas, maka ada tiga qira’at yang dapat ditangkap dari definisi diatas yaitu :
1.
Qira’at berkaitan dengan car penafalan ayat-ayat Al-Qur’an
yang dilakukan salah seorang iman dan berbeda cara yang dilakukan imam-imam
lainnya.
2.
2. Cara penafalan ayat-ayat Al-Qur’an itu
berdasarkan atas riwayat yang bersambung kepada Nabi. Jadi, bersifat tauqifi,
bukan ijtihadi.
3.
Ruang lingkup perbedaan qira’at itu
menyangkut persolan lughat, hadzaf,
4.
I’rab, itsbat, fashl, dan washil.
B.
Latar Belakang
Qira’at
Pada zaman Nabi SAW, sahabat dan umat beliau
waktu itu memperoleh ayat-ayat Alquran dengan cara mendengarkan, membaca dan
menghafalkannya secara lisan dari mulut ke mulut. Barulah pada masa khalifah
Abu Bakar Ash Siddiq r.a, Alquran mulai dibukukan dalam satu mushaf atas saran
dari Umar bin Khattab r.a. Abu Bakar Ash Siddiq memerintahkan Zaid bin Sabit
untuk mengumpulkan seluruh ayat Alquran dan ditulis dalam satu mushaf.
Pembukuan Alquran ini berlangsung sampai khalifah Ustman bin Affan.
Pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin
Affan r.a terdapat perselisihan sesama kaum muslimin mengenai bacaan Alquran
yang hampir menimbulkan perang saudara sesama muslim. Perselisihan ini
disebabkan mereka berlainan dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran karena oleh
Nabi diajarkan cara bacaan yang sesuai dengan dialek mereka masing-masing.
Namun mereka tidak memahami maksud Nabi melakukan hal tersebut sehingga tiap suku/golongan
menganggap bacaan mereka yang paling benar sedangkan yang lain salah. Untuk
mengatasi perselisihan, khalifah Ustman bin Affan r.a memerintahkan untuk
menyalin mushaf Alquran pada masa Abu Bakar Ash Siddiq dan memperbanyaknya
kemudian mengirimkan ke berbagai daerah.
C. Macam macam Qira’at
Macam-macam qiraat
dilihat dari segi kuantitas
1.
Qiraah sab’ah (qiraah tujuh)
Kata sab’ah
artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh. Mereka itu adalah : Abdullah
bin Katsir ad-Dari (w. 120 H), Nafi bin Abdurrahman bin Abu Naim (w. 169 H),
Abdullah al-Yashibi (q. 118 H), Abu ‘Amar (w. 154 H), Ya’qub (w. 205 H), Hamzah
(w. 188 H), Ashim ibnu Abi al-Najub al-Asadi.
2.
Qiraat Asyrah (qiraat sepuluh)
Yang dimaksud qiraat
sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan di atas ditambah
tiga qiraat sebagai berikut : Abu Ja’far. Nama lengkapnya Yazid bin
al-Qa’qa al-Makhzumi al-Madani. Ya’qub (117 – 205 H) lengkapnya Ya’qub bin
Ishaq bin Yazid bin Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrani, Khallaf bin Hisyam (w.
229 H)
3.
Qiraat Arba’at Asyarh (qiraat empat belas)
Yang dimaksud qiraat
empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang telah disebutkan
di atas ditambah dengan empat qiraat lagi, yakni : al-Hasan al-Bashri
(w. 110 H), Muhammad bin Abdurrahman (w. 23 H), Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi
and-Nahwi al-Baghdadi (w. 202 H), Abu al-Fajr Muhammad bin Ahmad asy-Syambudz
(w. 388 H).
Macam-macam qiraat
dilihat dari segi kualitas
Berdasarkan penelitian
al-Jazari, berdasarkan kualitas, qiraat dapat dikelompokkan dalam lima
bagian.
1.
Qiraat Mutawatir
yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai
dari awal sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat
dusta. Umumnya, qiraat yang ada masuk dalam bagian ini.
2.
Qiraat Masyhur
yakni qiraat yang memiliki sanad sahih
dengan kaidah bahasa arab dan tulisan Mushaf utsmani. Umpamanya, qiraat
dari tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda, sebagian perawi,
misalnya meriwayatkan dari imam tujuh tersebut, sementara yang lainnya tidak,
dan qiraat semacam ini banyak digambarkan dalam kitab-kitab qiraat.
3.
Qiraat Ahad
yakni yang
memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf Utsmani dan kaidah bahasa
arab, tidak memiliki kemasyhuran dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang
telah ditetapkan.
4.
Qiraat Syadz (menyimpang),
yakni qiraat
yang sanadnya tidak sahih. Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis qiraat
ini.
5.
Qiraat Maudhu’ (palsu),
seperti qiraat al-Khazzani
6.
As-Suyuthi kemudian menambah qiraat yang
keenam,
yakni qiraat
yang menyerupai hadits Mudraj (sisipan), yaitu adanya sisipan pada
bacaan dengan tujuan penafsiran. Umpamanya qiraat Abi Waqqash.
Syarat-syarat Qiraat
Untuk
menangkal penyelewengan qiraat yang sudah muncul, para ulama membuat
persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima. Untuk
membedakan antara yang benar dan qiraat yang aneh (syazzah), para ulama
membuat tiga syarat bagi qiraat yang benar. Pertama, qiraat
itu sesuai dengan bahasa arab sekalipun menurut satu jalan. Kedua, qiraat
itu sesuai dengan salah satu mushaf-mushaf utsmani sekalipun secara potensial. Ketiga,
bahwa sahih sanadnya baik diriwayatkan dari imam qiraat yang tujuh
dan yang sepuluh maupun dari imam-imam yang diterima selain mereka. Setiap
qiraat yang memenuhi kriteria di atas adalah qiraat yang benar yang tidak boleh
ditolak dan harus diterima. Namun bila kurang dari ketiga syarat diatas disebut
qiraat yang lemah
D.
Urgensi
mempelajari ilmu Qira’at
Ilmu
Qira’at sangat penting bagi kita semua teritama sebagai orang yang mukmin,
sebagai panduan dan acuan membaca Al Qur’an.Mempelajari ilmu Qiraat mempunyai kepentingan dan peranannya yang
saling berkaitan di dalam ilmu syariah . Qiraat adalah satu ilmu yang sangat
penting dan mempunyai peranannya yang tersendiri. Antara kepentingan dan
peranannya ialah memudahkan ahli fuqaha’ (ahli fiqh) untuk mendapatkan hukum.
Qiraat menjadi dasar penting dalam bidang ilmu fiqh kerana untuk mengetahui
atau menentukan sesuatu hukum dan untuk menistinbat sesuatu hukum,
Mempelajari ilmu
Qiraat di dalam ilmu syariah amatlah penting dengan penggunaan nas-nas syara'
di dalam al-Qur'an terhadap hukum yang bersifat umum (kulli) yang diutamakan
dan kemungkinan nas-nas tersebut untuk menerima pelbagai pemahaman. Penggunaan
nas-nas ini juga merupakan faktor keluasan dan kehebatan yang terdapat dalam syariat
Islam. Ini adalah pandangan yang diutarakan oleh Yusuf al-Qardhawi yang
merupakan seorang professor yang diiktiraf seluruh dunia sebagai
Pemikir islam dan ulama
kontemporari.
Selain itu,
kepentingan ilmu Qiraat ialah sebagai keperluan asasi bagi pelaksanaan syariat
Islam. Asasi bagi pelaksanaan yang perlu dilakukan bagi melaksanakan syariat
Islam ialah salah satu daripada berkaitan dengan peranan al-Qur'an iaitu
pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah.
Kesimpulan yang boleh dibuat ialah pentingnya peranan ilmu Qiraat di dalam ilmu
syariah bagi ahli fuqaha' untuk menentukan sesuatu hukum. Sesungguhnya ilmu
Qiraat sebahagian ilmu al-Qur'an dan merupakan ilmu yang sangat luas.
BAB
III
PENUTUP
Qiraat merupakan suatu ilmu yang tidak dapat kita nafikan keutamaan dan
kepentingannya. Menjadi tanggung jawab kita para da’i untuk menyebarkan
ilmu ini dan memasyhurkan ilmu ini dengan harapan masyarakat tidak melupai
kesenian ilmu ini. Seterusnya memartabatkan syariat Islam di atas muka bumi
Allah ini. Allah S.W.T sudah berjanji bahawa Dia akan menjaga al-Quran dan ilmu
yang berkaitan dengannya sampai hari kiamat. Namun begitu, janganlah kita
mengambil mudah dan memandang remeh perkara ini. Semoga kita tidak menjadi
golongan yang rugi yang tidak memakmurkan ilmu Allah S.W.T.
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Qiraat adalah
perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh al-Qur’an baik menyangkut hurufnya
atau cara pengucapan huruf-huruf.
Qiraat memiliki
bermacam-macam, yakni qiraat sab’ah, qiraat asyrah dan qiraat arbaah
asyrah.
Qiraat memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu hukum akibat perbedaan
kata, huruf dan cara baca.
pemahaman dan
pengetahuan mengenai ilmu qira’at sangatlah penting. Hal ini ditujukan agar
kita tidak saling berselisih karena perbedaan cara baca ayat Alquran seperti
yang pernah terjadi pada masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan. Perbedaan
versi qira’at disebabkan karena para ulama berlainan dalam menerima bacaan
ayat, sehingga terjadi perselisihan di antara ulama. Kemudian khalifah Ustman
bin Affan menyalin dan menyebar luaskan ayat Alquran pada masa Abu Bakar Ash
Siddiq ke berbagai daerah untuk mengatasi perselisihan.
DAFTRA PUSTAKA
Rahmat Syafei, Pengantar Ilmu Tafsir,
Bandung : Pustaka Setia, 2006
Rosihin Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia. 2006
Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka setia. 2000
Soleh & Dahlan, Asbabun Nuzul (Latar
Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-Qur’an), Bandung: CV Diponegoro,
Bandung, 2000
Quraish Shihab, dkk. Sejarah dan Ulumul
Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus. 1999
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda